77 Tahun Merdeka, Komnas PA : Anak Indonesia  belum merdeka dari Situasi Darurat Kekerasan

77 Tahun Merdeka, Komnas PA : Anak Indonesia  belum merdeka dari Situasi Darurat Kekerasan
Keterangan Foto : Arist Merdeka Sirait bersama Andi Noya Kick Andi, 77 Tahun Merdeka, Anak Indonesia belum merdeka dari Situasi Darurat Kekerasan. Ist.

Jakarta, Pijar Tapanuli - Menurut Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA) Indonesia, Arist Merdeka Sirait dalam Siaran persnya, yang diterima Pijar Tapanuli, Rabu (17/8)  bahwa meningkatnya berbagai bentuk kekerasan terhadap anak di Indonesia  menunjukkan negara telah gagal dalam melindungi Anak.

"Pemerintah sebagai penyelenggara negara juga tidak mampu menjaga dan menjamin  keberlangsungan hidup anak dan hak-hak dasar anak. Demikian juga masyarakat, orangtua dan keluarga telah abai menjaga dan melindungi hak-hak  mendasar anak," TegasArist.

Fakta menunjukkan, kata Arist Merdeka, ada banyak anak di berbagai tempat di Indonesia hidup dalam lingkaran kekerasan, baik kekerasan fisik, mental bahkan kekerasan seksual yang dilakukan orang terdekat anak. Hidup dalam garis kemiskinan, terutama anak-anak yang berada pada daerah-daerah perbatasan, terpencil dan terisolir.

"Ada banyak data yang dilaporkan di Komnas Perlindungan Anak, 52 persen dari pelanggaran hak anak di Indonesia tersebut didominasi oleh kasus kekerasan seksual  baik dalam bentuk hubungan seksual sedarah, sodomi, pelecehan seksual, rudapaksa dan berbagai bentuk perbuatan pencabulan," jelas ketua komnas PA.

Menurut Dia, Ada banyak juga anak  di Indonesia dilaporkan  menjadi korban eksploitasi seksual komersial, anak korban perbudakan seks, anak  korban serangan rudapaksa oleh orang terdekat anak,  ayah  paman  kakek, abang atau sepupu anak, Ada banyak pula fakta anak menjadi korban penelantaran, korban perceraian, dan anak korban penculikan untuk adopsi ilegal, eksploitasi ekonomi dan berbagai bentuk kekerasan lainnya, Demikian juga anak menjadi korban penyiksaan yang keji dan perampasan hak hidup anak.

"Kasus kekerasan fisik yang mengakibatkan seorang anak usia 10 tahun terpaksa meninggal ditikam oleh paman kandung korban sendiri di Sunggal, Deliserdang misalnya, peristiwa ini, menunjukkan betapa kejinya perlakuan terhadap anak, Ada juga seorang ibu di Brebes, Jawa Tengah tegah menggorok leher anaknya sendiri dengan pisau cater hingga putus, Sungguh biadab, ada seorang ayah di Semarang merudapaksa putrinya sendiri secara berulang hingga meninggal dunia. Ada juga dua anak kakak beradik di Makasar di congkel mata dan dimutilasi tubuhnya untuk tumbal ilmu hitam dan ada banyak lagi anak-anak menjadi korban peredaran narkoba dan Pornografi," Terang Arist pilu.

Bahkan, kata Arist Merdeka, Ada seorang kakek di Riau menyiksa dan menganiaya anak hingga tewas dengan cara memutilasi tubuh korban. Tidaklah berlebihan  dengan meningkatnya kasus pelangharan hak anak  menunjukkan bahwa Indonesia saat ini sudah dalam kondisi Darurat Kekerasan Nasional. Berbagai peraturan naupun perundang-undangan sudah banyak tersedia untuk melindungi anak mulai dari Perda,  Perbup, Pewali, Pergub, Permen, Instruksi Presiden, Peraturan   Pemerintah Perpres, Perpu maupun Undang-undang namun sayangnya produk-produk hukum itu belum juga bisa menjamin anak Indonesia terbebas dari praktek kekerasan.

"Lalu dalam rangkah 77 tahun Indonesia Merdeka apa aksi nasional yang bisa dilakukan dalam rangka memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di Indonesia? Untuk memerdekan anak dari berbagai praktek-praktek kekerasan sudah saatnyalah dibangun gerakan bersama memutus mata rantai kekerasan terhadap anak dengan membangun sentra-sentra maupun pokja dan satgas perlindungan anak berbasis desa  kampung dan komunitas," Terang Dia.

Dalam kerangka 77 Indonesia, kata ketua komnas PA ini,  mari buka hati, dan telinga, janganlah berdiam diri atas kejahatan terhadap anak, jadilah pelopor dan pelapor perlindungan anak.(Son)